Selasa, 08 Oktober 2019

JENIS GUGATAN PERDATA


JENIS GUGATAN PERDATA
*oleh Farida Kurniawati, SH, MH.Li

Sebelum mengenal jenis gugatan perdata, kita harus paham makna dari hukum perdata. Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata dan berlaku untuk siapakah hukum perdata tersebut?. Bagi mahasiswa ataupun orang yang sedang atau menempuh pendidikan di fakultas hukum pasti sudah tidak asing dengan istilah hukum perdata. Namun berbeda dengan Orang awam yang tidak berlatar belakang pendidikan hukum pasti akan sangat susah membedakan bagaimana jenis hukum perdata dan bagaimana jenis hukum lain  misalnya hukum pidana, ketatanegaraan, administrasi negara dan lain sebagainya

Hukum perdata masuk dalam wilayah hukum privat, artinya tidak semua orang dapat dikualifikasikan masuk hukum perdata, karena hukum perdata adalah hukum yang berlaku apabila kedua belah pihak atau para pihak sudah membuat atau melaksanakan perbuatan hukum.

Perbuatan hukum dalam hal ini tidak hanya berarti perjanjian, namun segala hal yang berkenaan dengan hukum, misalkan dalam suatu putusan yang mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakan putusan tersebut dalam rentan waktu tertentu

Karena permasalahan hukum perdata adalah privat yang artinya orang terikat perdata apabila sudah ada permulaan perbuatan hukum yang dilaksanakan atau sudah ada perbuatan hukum yang mengikatnya. Oleh karenanya gugatan perdata tebagi menjadi dua, yakni gugatan wanprestasi dan gugatan Perbuatan melawan hukum

Pertama, jenis gugatan wanprestasi dimaknai sebagai tidak dilaksanakan prestasi(hak dan kewajiban) yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam bentuk perjanjian baik perjanjian otentik maupun perjanian dibawah tangan. Wanprestasi atau bisa disebut ingkar janji adalah suatu perbuatan yang terdiri dari empat macam bentuk, yakni:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Wanprestasi harus berawal dari adanya suatu perjanjian, karena sesuai dengan maknanya adalah ingkar janji, sehingga harus ada janji terlebih dahulu untuk memenuhi unsur atau perbuatan “ingkar” tersebut. Perjanjian pun bermacam-macam, dapat terdiri dari perjanjian tertulis maupun perjanjian lisan, namun ketika kita berbicara masalah gugatan, tentu harus jelas alat buktinya sehingga pengingkaran janji yangmana janji tersebut adalah perjanjian lisan tentu akan sangat susah beban pembuktiannya ketika dibawa keranah gugatan di Pengadilan Negeri

Dalam pasal 1866 KUHPerdata dijelaskan macam alat bukti yakni: bukti tertulis, keterangan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Bahwa alat bukti yang paling kuat dalam hukum acara perdata adalah bukti tertulis, oleh karenanya kenapa dalam hukum perdata yang dicari adalah kebenaran formil, yakni kebenaran yang bertitik tolak dari bukti-bukti tertulis yang didukung keterangan saksi

Bahwa perjanjian tertulis pun terbagi lagi menjadi dua bagian yakni perjanjian dengan akta dibawah tangan maupun akta otentik. Akta dibawah tangan tidak kuat jika dibandingkan dengan akta otentik dimana beban pembuktian otentik sangat sempurna sehingga tidak perlu didukung dengan alat bukti yang lain, sedangkan akta dibawah tangan mempunyai beban pembuktian yang tidak sempurna sehingga pihak yang mendalilkan harus menghadirkan alat bukti lain yang menyempurnakan dan menguatkan perjanjian tersebut

Perjanjian secara lisan atau perjanjian tertulis dibawah tangan sangat lemah beban pembuktiannya sehingga apabila pihak lawan menyangkal maka secara otomatis perjanjian tersebut tidak terpakai atau tidak sah. Sehingga untuk membuat sahnya penjanjian tersebut dihadapan persidangan maka pihak yang mendalilkan harus menghadirkan alat bukti pendukung lain

Kedua, gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, yakni “tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti kerugian”

Berbeda dengan wanprestasi yang harus dimulai dahulu dengan adanya suatu perjanjian, Perbuatan melawan hukum tidak membutuhkan perjanjian terlebih dahulu. Namun hal tersebut tidak berarti setiap orang boleh mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada orang lain, tetap syaratnya adalah antara kedua belah pihak atau para pihak sudah harus ada perbuatan hukum terlebih dahulu, artinya adalah kedua belah pihak atau para pihak sudah melakukan perbuatan yang kemudian berdampak pada adanya kerugian salah satu pihak

Terdapat suatu penemuan yang akhirnya merubah konsep Perbuatan melawan hukum, yang dahulu dapat dikatakan seseorang melakuka perbuatan melawan hukum apabila orang tersebut nyata-nyata melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan, namun setelah ada putusan pengadilan belanda (Hoge raad) tanggal 31 januari 1919 yang terkenal dengan “lidenbaum cohen arrest” dimana cerita dari kasus tersebut adalah tentang  pegawai yang bekerja di kantor Lindenbaum yang dibujuk oleh Cohen agar memberitahukan nama-nama pelanggannya berikut penawaran yang diberikan kepada mereka. Dengan data itu, Cohen bisa memanfaatkan data-data tersebut untuk membuat suatu penawaran baru yang akan membuat orang-orang akan memilih kantor percetakannya daripada kantor Lindenbaum.

Kemudian  Lindenbaum langsung mengajukan gugatan terhadap Cohen di muka pengadilan Amsterdam. Selain mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Cohen, Lindenbaum juga meminta ganti rugi atas perbuatan Cohen tersebut. Di tingkat pertama Cohen kalah, tetapi sebaliknya di tingkat banding justru Lindenbaum yang kalah.Di tingkat banding, dikatakan bahwa tindakan Cohen tidak dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum karena tidak dapat ditunjukkan suatu pasal dari Undang-Undang yang telah dilanggar oleh Cohen

Akhirnya pada saat kasasi, lidenbaum menang dan Hoge raad (mahkamah agung belanda) menyatakan bahwa pengertian Perbuatan melawan hukum diluaskan bukan hanya berkenaan dengan perbuatan yang melanggara turan perundang-undangan namun lebih luas lagi yakni melanggar hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku atau bertentangan dengan kesusilaan
Perbuatan melawan hukum tersebut bukan hanya perbuatan yang aktif dilakukan, namun perbuatan pasif yang kemudian merugikan orang lain pun juga dapat dikatakan pebruatan melawan hukum. Intinya harus ada kerugian atas perbuatan salah satu pihak tersebut

Inkracht atau berkekuatan Hukum Tetap

  INKHRACHT ATAU BERKEKUATAN HUKUM TETAP *Oleh: Farida Kurniawati, SH, MH.Li   Bagi orang-orang yang berkonflik dengan hukum tentunya ...